Friday 29 April 2011

Kenali dan Cegah Rabies Sekarang!

Akhir-akhir ini kasus rabies mulai meningkat dan meresahkan warga. Oleh karena itu, masyarakat memerlukan pengetahuan tentang apa itu rabies, dan bagaimana cara mencegah penyakit tersebut.
Rabies merupakan suatu penyakit infeksi susunan saraf pusat yang selalu berakibat fatal yaitu kematian bagi penderita yang terkontak dan tidak divaksinasi. Kata rabies berasal dari bahasa Sansekerta rabhas atau bahasa Latin rabere yang artinya ganas atau mengamuk. Rabies adalah salah satu penyakit yang paling tua yang dikenal dalam sejarah manusia, namun sampai saat ini angka kematian akibat rabies di seluruh dunia masih tinggi, mencapai 30.000 sampai 70.000 per tahun.
Penyakit rabies disebabkan oleh virus rabies yang bersifat neurotropik. Virus ini merupakan virus single-stranded RNA yang diklasifikasikan dalam ordo: mononegavirales, famili : rhabdoviridae, genom : lyssavirus, spesies : virus rabies.

Virus rabies adalah virus neurotropik yang penyebarannya berlangsung di sepanjang perjalanan berkas saraf, menginvasi sistem saraf pusat dan menimbulkan infeksi akut.
Umumnya rabies ditularkan ke manusia melalui gigitan atau jilatan (air liur) hewan yang terinfeksi, tapi bisa juga melalui cakaran, sekret yang mengkontaminasi membrane mukosa, secara aerosol, maupun melalui transplantasi organ dari penderita rabies.

Awalnya virus akan bereplikasi di sel-sel otot, sehingga terjadi peningkatan jumlah partikel virus di tempat gigitan (daerah inokulasi), kemudian glikoprotein virus akan berikatan dengan reseptor nikotinik (asetilkolin). Ikatan antara virus dengan reseptor asetilkolin akan melokalisasi dan menyebabkan konsentrasi virus pada sel post-sinaps, sehingga memfasilitasi transfer virus ke saraf perifer. Selain reseptor asetilkolin, virus rabies juga berikatan dengan reseptor lain, yaitu neural cell adhesion molecule (NCAM) yang terdapat di membran presinaps, dan reseptor neurotropin p75 (p75NTR). Setelah berikatan dengan reseptor, virus akan memasuki sel saraf motorik dan sensorik perifer dan bermigrasi secara sentripetal melalui akson ke medula spinalis dengan kecepatan 50-100mm/hari. Begitu medula spinalis terinfeksi, virus rabies akan menyebar dengan sangat cepat di sepanjang jalur neuroanatomikal saraf menuju otak dan menginfeksi sel purkinje serebelum, batang otak, diensefalon, ganglia basalis, hipokampus, dan korteks serebri. Di otak akan terjadi replikasi virus besar-besaran dan kemudian virus akan menyebar secara sentrifugal ke semua susunan saraf somatik dan otonom (kelenjar ludah, retina, kornea, mukosa hidung, dan organ lain).





Masa inkubasi penyakit rabies sangat bervariasi, umumnya 20-90 hari, tapi ada beberapa kasus yang dilaporkan memiliki masa inkubasi kurang dari 1 minggu dan lebih dari 5 tahun. Lamanya masa inkubasi ini dipengaruhi oleh berbagi faktor, yaitu: jarak antara tempat gigitan dengan susunan saraf pusat, derajat keparahan/beratnya luka, jumlah virus yang masuk, status imunitas penderita, dan banyaknya persarafan di daerah luka.

Gejala awal rabies meliputi demam, malaise, mual, rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari, rasa nyeri dan panas disertai kesemutan pada tempat luka. Tonus otot dan aktivitas simpatis meningkat dengan gejala-gejala hipersalivasi (ludah banyak), hiperhidrosis (berkeringat lebih), hiperlakrimasi (keluar air mata berlebih) dan dilatasi pupil (mata sedikit melebar). Bersamaan dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncak yang sangat khas dengan adanya berbagai fobia, yaitu hidrofobia (takut air) dan aerofobi. Gejala-gejala stadium eksitasi ini akan memberat, kemudian diikuti dengan koma dan berakhir dengan kematian.

Rabies ganas dengan mudah dapat dikenali jika ada riwayat terpapar/gigitan anjing dan seluruh tanda klinis muncul (hipersalivasi, hidrofobi, dan agitasi). Banyak dokter familiar dengan bentuk gejala klinis rabies seperti agitasi intermitten, berontak, berteriak-teriak, menggigit, reaksi fisik saat melihat air karena ada spasmus faringeal, hiperventilasi, hipersalivasi, dan konvulsi/kejang lokal atau general.
Diagnosis rabies pada fase awal sering kali sulit untuk ditegakkan dikarenakan tanda dan gejala yang tidak spesifik, terutama apabila riwayat kontak gigitan dengan binatang tidak jelas. Maka untuk membantu penegakan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium, karena penegakan diagnosis rabies yang definitif hanya dapat diperoleh melalui pemeriksaan laboratorium. Metode penegakan diagnosis rabies antemortem (intravitam) adalah berdasarkan pemeriksaan antibodi. Jadi bila anda tergigit anjing atau binatang lainnya, ada baiknya segera memeriksakan diri anda ke pusat-pusat kesehatan terdekat sebelum terlambat.
Sampai saat ini belum ada terapi yang efektif pada kasus rabies apabila sudah muncul gejala. Pemberian terapi berupa vaksin, obat-obat antiviral (ribavirin, interferon-α), serum anti rabies (human Ig atau antibodi monoclonal), dan ketamin (antagonis reseptor NMDA), sudah pernah dicoba tapi belum memberi hasil yang efektif. Maka yang paling penting adalah tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan ada dua jenis yaitu pencegahan preexposure (sebelum terkena) dan pencegahan postexposure (setelah terkena).
Tindakan pencegahan preexposure terutama diberikan pada orang-orang yang memiliki resiko tinggi untuk terinfeksi, misalnya para peneliti rabies yang bekerja di laboratorium, dokter hewan dan wisatawan yang berkunjung ke daerah endemis. Vaksin anti rabies diberikan tiga dosis yaitu hari ke-0, 7, 21 atau 28. Vaksin dapat diberikan secara IM di deltoid dengan dosis 0,5 ml, secara ID dengan dosis 0,1 ml.
Tindakan pencegahan post-exposure adalah tindakan pencegahan yang dilakukan apabila telah ada kontak dengan hewan yang terinfeksi rabies. Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah mencuci luka dengan air mengalir dan sabun/detergen selama minimal 15 menit, kemudian member antiseptik lokal, seperti povidon iodine atau alkohol 70%. Tindakan berikutnya adalah pemberian vaksin anti rabies (VAR) saja atau dengan serum anti rabies (SAR). SAR diberikan bila luka terdapat pada tubuh diatas bahu (muka, kepala, leher), luka yang dalam atau multipel atau jilatan/luka pada mukosa.
Mari kita bersama-sama cegah rabies mulai hari ini. Jangan pernah takut untuk memeriksakan diri anda ke dokter, sebelum bertambah parah.

Wednesday 27 April 2011

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

DEFINISI

Demam berdarah dengue (Dengue Hemoragic Fever) selanjutnya disingkat DHF ialah penyakit yang terutama terdapat pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Uji tourniquet akan positif dengan/tanpa ruam disertai beberapa atau semua gejala perdarahan, seperti petekie yang muncul serentak, purpura, ekimosis, epistaksis, hematemesis, melena, trombositopenia, masa perdarahan dan masa protrombin memanjang, hematokrit meningkat dan gangguan maturasi megakariosit.

ETIOLOGI DAN CARA PENULARAN

DHF disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus ( Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae dan mempunyai empat jenis serotipe : DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. DEN-1 dan DEN-2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-II, sedangkan DEN-3 dan DEN-4 ditemukan saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil-eter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70C.
Infeksi oleh salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe yang bersangkutan, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan diberbagai daerah di Indonesia. Terdapat berbagai variasi diantara strain serotipe tertentu, yang utama, yaitu strain South East Asian serotipe 2 yang lebih potensial menyebabkan kasus berat (DHF).
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu : manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk Aedes Albopictus, Aedes Polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Virus kemudian berkembang biak dalam tubuh nyamuk yang terutama ditemukan dalam kelenjar liurnya dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina juga dapat ditularkan kepada telurnya (Transovarin Transmission), namun peranannya dalam penularan virus kepada manusia masih dalam penelitian.
Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan menularkan virus selama hidupnya (infected). Pada manusia, virus memerlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan sakit. Penularannya dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DHF sangat kompleks, yaitu : (1) pertumbuhan ekonomi yang tinggi, (2) urbanisasi yang tidak terencana dan terkendali, (3) tidak adanya vektor yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi.




EPIDEMIOLOGI

DHF pertama kali ditemukan oleh Quentos dkk tahun 1954 di Manila pada anak-anak dan wilayah Asia Tenggara. DHF terjadi kebanyakan pada penduduk asli dan berkaitan dengan reaksi imunologi.
Setelah Indonesia merdeka, DHF di Indonesia pertama kali dicurigai terjangkit di Surabaya pada tahun 1968. Data yang terkumpul dari tahun 1968-1993 menunjukkan bahwa penderita DHF sebanyak 10.189 pasien yang usianya pada umumnya dibawah 15 tahun.
Daerah yang banyak terkena wabah penyakit ini adalah daerah perkotaan dan daerah sub-urban. Korban penyakit DHF pada umunya adalah anak-anak yang berumur dibawah 15 tahun. Risiko tertinggi pada kelompok umur 5-9 tahun dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan, 1 : 1,2.
Jumlah kasus DHF paling tinggi pada akhir musim hujan. Perubahan musim agaknya mempengaruhi frekuensi gigitan dan panjang umur nyamuk, perubahan itu pula yang mempengaruhi kebiasaan manusia untuk tinggal di luar rumah.

PATOGENESA

Teori umum yang dipakai untuk menjelaskan patogenesis DHF dan SSD (Sindrom Syok Dengue), yaitu hipotesis infeksi sekunder (Secondary Heterologous Infection Theory). Hipotesis ini menyatakan bahwa penderita yang setelah terinfeksi virus dengue pertama kali, jika mendapat infeksi berulang dengue lainnya mempunyai risiko lebih besar menderita DHF atau SSD. Antibodi heterolog yang telah ada didalam tubuh sebelumnya akan mengenali virus lain yang menginfeksi kemudian dan membentuk kompleks antigen-antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel dari leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibody adalah heterologous maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh dan bebas bereplikasi di dalam sel makrofag. Hal ini jelas meningkatkan kadar/konsentrasi kompleks antigen-antibodi yang tinggi (reaksi anamnestik antibody).

Terdapatnya kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi darah akan mengakibatkan hal2 sbb :

1.Kompleks virus-antibodi akan mengaktifasi system komplemen, yang berakibat dikeluarkannya anafilaktoksin C3a dan C5a yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler/dinding pembuluh darah dan perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskuler (plasma leakage), suatu keadaan yang sangat berperan dalam terjadinya renjatan.
2.Terjadinya agregasi trombosit yang akan melepaskan ADP akan mengalami metamorfosis, sehingga baik jumlah dan fungsi trombosit akan menurun. Trombosit yang mengalami kerusakan akan dimusnahkan oleh system retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia hebat. Pada keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan amin fase aktif (histamin dan serotonin) yang akan meningkatkan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor 3 yang merangsang koagulasi intravaskuler (koagulopati)
3.Kerusakan endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktifasi faktor pembekuan XII (faktor Hageman) dengan akibat pembekuan intravaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilaktoksin dan penghancuran fibrin. Disamping itu aktifasi akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam peningkatan permeabilitas pembuluh darah.

Terjadinya SSD biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu antara hari ke 3 dan ke 7 sakit. Hal ini dapat dijelaskan oleh hipotesis menungkatnya reaksi imunologis (immunological enhancement hypothesis) yang mengatakan sbb :
1.Telah dibuktikan oleh penelitian bahwa pada manusia sel fagosit mononukleus (monosit, makrofag, histiosit dan sel Kupfer) merupakan tempat utama terjadi reaksi virus dengue.
2.Antibodi yang tidak ternetralisasi, baik yang berada bebas di sirkulasi maupun spesifik pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononukleus.
3.Virus dengue akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang terinfeksi tersebut.
4.Peningkatan permeabilitas ddg pembuluh darah dan adanya fenomena DIC terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediator oleh sel fagosit mononukleus yang terinfeksi antidengue.

KRITERIA DIAGNOSIS

Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 terdiri dari criteria klinis dan laboratoris.
•KRITERIA KLINIS
a.Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari.
b.Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
•Uji torniquet positif
•Petekie, ekimosis, purpura.
•Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
•Hematemesis dan atau melena
c.Pembesaran hati
d.Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien gelisah.

•KRITERIA LABORATORIS
a.Trobositopenia (100.000/Чl atau kurang)
b.Hemokonsentrasi (hematokrit > 20% dari normal)

DERAJAT PENYAKIT ( WHO , 1997)
Derajat penyakit DHF diklasifikasikan dalam 4 derajat:
Derajat I : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet positif
Derajat II :seperti derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
Derajat III :didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis sekitar mulut, kulit dingin dan atau lembab, pasien tampak gelisah
Derajat IV :syok berat, nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur.

GAMBARAN KLINIS

Terdapat 4 gejala utama DHF, yaitu demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali dan kegagalan sirkulasi. Gejala klinis DHF diawali dengan demam mendadak disertai muka kemerahan atau facial flush dan gejala klinis lain yang tdak khas seperti anoreksia, mual, muntah, sakit kepala serta nyeri pada otot dan sendi. Gejala lain yaitu perasaan tidak enak di daerah epigastrium, nyeri di bawah lengkung iga kanan, kadang-kadang nyeri perut dapat dirasakan di seluruh perut.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

•Penurunan jumlah trombosit menjadi < 100.000/ЧL •Jumlah leukosit dapat normal tapi biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil. Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukosit dan sel neutrofil menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif meningkat (limfositosis relatif (LPB > 15%)).
•Kelainan pembekuan sesuai derajat penyakit
•Protein plasma menurun (hipoproteinemia)
•Hiponatremia pada kasus berat
•Serum alanin-aminotransferase, SGOT, dan SGPT sedikit meningkat
•Asidosis metabolic berat dan peningkatan kadar urea nitrogen terdapat pada syok berkepanjangan
•Pemeriksaan Radiologis : pada foto thorax selalu didapatkan efusi pleura, terutama di sebelah hemitoraks kanan. Ascites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG
•Serologis :
-Ig M terdeteksi hari ke 5, meningkat sampai minggu III, menghilang setelah 60-90 hari
-Ig G pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari 14, pada infeksi sekunder mulai hari ke 2
-Flourescence antibody technique test untuk mengetahui adanya pertumbuhan virus dengue
-Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RTPCR) sangat sensitive dan spesifik terhadap serotipe tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara diagnostik baru ini dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia dan nyamuk.

DIAGNOSIS BANDING

1.Demam Cikungunya (DC)
Pada DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang, penularan mirip influenza, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, tidak ditemukan perdarahan Gastrointestinal & syok.
2.Pada awal perjalanan penyakit, diagnosa banding mencakup infeksi bakteri, virus atau infeksi parasit, seperti : demam tifoid, campak, inflluenza, hepatitis, leptospirosis dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan DHF dengan penyakit lain.
3.Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi misal : sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak sakit berat, demam naik turun, ada tanda-tanda infeksi, leukositosis disertai dominasi sel PMN. Pada meningitis meningokokus terdapat gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan CSF.
4.Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemia aplastik. Pada leukimia demam teratur, kelenjar limfe dapat teraba, tampak anemis. Pemeriksaan darah tepi & sumsum tulang dapat memperjelas diagnosis. Pada anemia aplastik tampak sangat anemis, demam timbul karena infeksi sekunder. Pemeriksaan darah tepi ditemukan pansitopenia (leukosit, hemmoglobin & trombosit menurun)
5.Idiopathic Trombocytopenic Purpura (ITP)
Pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi dan leukopenia serta pada fase penyembuhan DHF jumlah trombosit lebih cepat kembali ke normal dibandingkan ITP.


Penatalaksanaan

Pasien yang diduga DF atau DHF sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien yang menderita penyakit lain. Kamar sebaiknya dibuat bebas nyamuk.
Demam Dengue dapat diobati dengan pemberian cairan sebagai pengganti yang hilang dari tubuh pasien. Kalau diperlukan dapat pula diberikan obat analgetik-antipiretik, namun obat-obatan ini tidak boleh mempengaruhi kerja platelet, agar tidak memperberat kondisi pasien.
Untuk syndrom hemorrhagic (DSS) diperlukan terapi segera dengan cairan yaitu : plasma expander, larutan saline isotonis, RL, NaCl faali.
Penatalaksanaan DF/DHF tanpa penyulit adalah :
a.Tirah Baring
b.Makanan Lunak
Kalau belum ada nafsu makan, dapat minum banyak : 1,5-2 liter/hari (susu, air gula, atau sirop) atau air tawar + garam saja.
c.Medikamentosa yang bersifat simtomatik
Contoh : Hiperpireksia  kompres es di axila, inguinal, dll.
Antipiretik  asetaminofen (hindari penggunaan asetosal )
d.Antibiotik
Observasi tanda-tanda renjatan pada pasien DHF :
a.Keadaan umum memburuk
b.Bleeding Time memanjang karena trombositopenia
c.Hepatomegali
d.Hematokrit meningkat pada pemeriksaan berkala
Penatalaksanaan kasus tersangka DBD
Penatalaksanaan kasus DBD
Penatalaksanaan kasus DSS

Pencegahan

Saat ini cara yang dapat kita gunakan untuk mengotrol infeksi arbovirus (DF/DHF) adalah dengan :
oEradikasi vektor (A. aegypti)
oImunisasi
Ada dua cara eradikasi vektor :
1.Dengan insektisida
-Untuk nyamuk dewasa biasanya dipakai Malathion (adultisida)
-Cara penggunaan Malathion adalah dengan pengasapan (thermal fogging) / pengabutan (cold fogging)
-Untuk pemakaian rumah tangga dapat digunakan golongan organofosfat, karbamat, atau pyrothroid
-Untuk memberantas jentik dipakai Temephos (Abate)
-Temephos/Abate digunakan dengan dimasukkan ke tempat penampungan air bersih yang biasanya menjadi sarang nyamuk.
-Dosis yang digunakan adalah 1 ppm/1 gram Abate SG 1% per 10 liter air
2.tanpa insektisida
Cara :
-Kuras bak mandi dan tempat penampungan air lainnya minimal 1 kali seminggu.
-Menutup rapat tempat penampungan air
-Bersihkan rumah & halaman dari barang-barang yang dapat menampung air

Imunisasi

Vaksin “attenuated” untuk demam kuning ditemukan pada tahun 1937 oleh Theiler & Smith. Vaksin ini dibuat dari strain 17D dari embrio ayam yang yang terus kontak dengan daerah urban yang insiden demam kuningnya tinggi. Pengaruhnya terhadap imunitas sangat tahan lama, mungkin seumur hidup. Vaksin ini tidak stabil terhadapp panas, untuk memindahkan atau menyimpan vaksin ini diperlukan pendingin. Karena tidak stabil terhadap panas, pemberian vaksin ini agak sulit dilakukan di negara-negara tropis, maka dari itu disepakati untuk memberikan vaksinasi ini secara masal hanya pada saat penyakit ini merebak di satu tempat tertentu (di daerah urban).
Baik persiapan maupun administrasi vaksin demam kuning diawali & dibatasi oleh pemerintah pusat. Orang yang perlu mendapat imunisasi mencakup:
-Mereka yang hidup/pergi ke daerah endemik termasuk turis
-Staf laboratorium yang bekerja dengan virus
Selain kedua cara di atas (eradikasi vektor & imunisasi) masih ada beberapa cara alternatif, misalnya : mengasingkan/isolasi penderita, penggunaan lotion antinyamuk, pakai kelambu, namun cara-cara ini dinilai kurang efektif.
Prognosis
Hampir tidak ada kematian yang disebabkan oleh Demam Dengue, tapi pada DHF/DSS, angka kematian masih cukup tinggi.
Penelitian yang dilakukan di Jakarta, Surabaya dan Semarang  prognosa & perjalanan penyakit lebih ringan pada anak2.

Monday 25 April 2011

OBESITAS DAN CARA MENGATASINYA

Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia, bahkan WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global, sehingga obesitas sudah merupakan suatu problem kesehatan yang harus segera ditangani. Prevalensi obesitas meningkat dari tahun ke tahun, baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Di Indonesia, terutama di kota-kota besar, dengan adanya perubahan gaya hidup yang menjurus ke westernisasi dan sedentary berakibat pada perubahan pola makan/konsumsi masyarakat yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, tinggi lemak, dan kolesterol. Apalagi saat ini banyak ditawarkan makanan siap saji (fast food) yang dampaknya dapat meningkatkan risiko terjadinya obesitas.
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Untuk menentukan obesitas diperlukan kriteria yang berdasarkan pengukuran antropometri tubuh dan atau pemeriksaan laboratorik. Untuk antropometri biasanya menggukan index masa tubuh, pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan, pengukuran lemak subkutan dengan mengukur tebal lipatan kulit. Pengukuran lemak secara laboratorik seperti misalnya densitometri dapat membantu menegakkan diagnosa obesitas.
Berdasarkan hukum termodinamik, obesitas disebabkan adanya keseimbangan energi positif, sebagai akibat ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi. Kelebihan energi dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Sebagian besar gangguan keseimbangan energi ini disebabkan oleh faktor nutrisional sedangkan faktor kelainan hormonal maupun genetik hanya menyebabkan obesitas sekitar sepuluh persen
Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan seperti misalnya aktivitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional.
Aktivitas fisik merupakan komponen utama yang berperan dalam terjadinya obesitas. Penelitian di Jepang menunjukkan risiko obesitas yang rendah pada seseorang yang mempunyai kebiasaan olah raga. Selain itu, penelitian di Amerika menunjukkan bahwa orang yang menonton televisi lima jam per hari mempunyai risiko obesitas lima kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang menonton televisi dua jam tiap harinya.
Faktor sosial ekonomi juga berperan dalam timbulnya obesitas. Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktivitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari makanan cepat saji semakin mudah terjangkau sehingga hal ini akan berisiko menimbulkan obesitas.
Dampak yang ditimbulkan dari obesitas antara lain terjadinya peningkatan insiden penyakit jantung, diabetes, gangguan berupa nyeri panggul atau lutut serta terbatasnya gerak panggul. Disamping itu, dapat pula terjadi peningkatan tekanan darah dan penyumbatan pembuluh darah yang dapat berakibat menimbulkan penyakit strok.
Mengingat penyebab obesitas bersifat multifaktor, maka pengobatan obesitas seharusnya dilaksanakan dengan mengikutsertakan keluarga dalam proses terapi. Prinsip penanganan obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi dengan cara pengaturan diet, meningkatkan aktivitas fisik, dan mengubah pola hidup.
Prinsip pengaturan pola makan adalah dengan diet seimbang. Diet seimbang didapat dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30% dengan lemak jenuh kurang dari 10% dan protein 15-20% energi total serta kolesterol kurang dari 300mg per hari. Diet tinggi serat sangat dianjurkan pada penderita obesitas.
Pengaturan aktivitas fisik haruslah disesuaikan agar mencapai hasil yang maksimal. Aktivitas fisik yang dianjurkan adalah aktivitas fisik yang menggunakan keterampilan otot seperti bersepeda, berenang, ataupun senam. Dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik selama 20-30 menit per hari.
Untuk perubahan perilaku sangatlah penting dalam mengubah pola hidup agar tidak memperparah obesitas. Pengawasan sendiri terhadap berat badan, asupan makanan, dan aktivitas fisik sangatlah perlu untuk diterapkan dalam penderita obesitas. Mengontrol rangsangan untuk makan, mengubah perilaku makan, mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi serta mengurangi makanan camilan dapat membantu suksesnya penurunan berat badan.
Terapi intensif diterapkan pada penderita obesitas berat yang disertai komplikasi yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan di atas. Terapi ini terdiri dari diet yang berkalori sangat rendah, penggunaan obat-obatan dan terapi bedah.
Diet dengan kalori sangat rendah hanya memerlukan asupan kalori sebesar 600-800 Kkal per hari dan protein hewani 1.5-2.5 gram per kilogram berat badan ideal, dengan suplementasi vitamin dan mineral serta minum air putih lebih dari 1.5 liter per hari. Terapi ini hanya diberikan selama 12 hari dengan pengawasan dokter. Sedangkan obat-obatan yang digunakan untuk obesitas biasanya bekerja dengan cara menekan nafsu makan, menghambat penyerapan zat-zat gizi dan obat yang dapat meningkatkan penggunaan energi.
Obesitas bukanlah suatu keadaan yang tak berujung, oleh karena itu teruslah berusaha untuk hidup sehat dengan selalu berpikir positif.